.comment-link {margin-left:.6em;}

>>B I T T E R - S W E E T<<

<$all review$>

Friday, July 08, 2005

my meaningless


Kemarin malam saya menjenguk sodara di kompleks perumahan saya yang lama. Seorang Bu de yang ikut andil membesarkan saya. melihatnya sekarang, dengan kondisi tubuh yang menurun drastic membuat saya teringat saat saya masih kecil. Dulu saya anak yang pembangkang, itu kenapa abah saya selalu menemukan cara menghukum saya, tapi bu de ini selalu membela saya. kalo abah saya hendak memukul, dia akan berdiri di depan abah saya dan berpura-pura memukul saya. mengingat hal itu saya sering tersenyum, masih melekat dalam ingatan ekspresi lucunya waktu berpura-pura. Waktu itu saya baru bermain dari sungai dan tidak tidur siang seperti yang disuruh Abah.

Yang masih saya ingat waktu dia bilang “anak dipukuli terus juga bakal mati!!!!” sambil menempelkan tangannya ke paha saya. ya Allah, rasanya hal itu baru terjadi kemarin.

Saya sadar, saya salah. Abah bisa dibilang ayah yang berhasil. Dia mampu mendidik saya menjadi anak yang disiplin. Malah kalau dipikir lagi sekarang, tindakan Bu de bukan contoh yang baik mendidik anak. Tapi saya sadar, dia melakukannya karena dia sayang pada saya.

Tak terasa waktu berlalu. Sekarang tidak ada lagi yang memarahi saya. Bu de juga sudah tidak mungkin lagi mampu membela saya. dulu dia tinggi besar dan cerewet, sekarang dia bahkan lebih pendek dari saya dan sangat ringkih. Saya mengelus tanganya yang keriput, tangan yang dulu selalu menggandeng erat tangan saya waktu mengantar saya ke sekolah. Dia memandang saya dan tersenyum. “saya sering teringat kamu, kalo saya mengaji saya selalu mendoakan kamu” ucapnya lirih, saya hanya bisa menghapus air mata. Dia bahkan tidak bisa menggenggam erat tangan saya lagi.
Betapa kasih sayang itu bisa mengalahkan segalanya, bahkan raganya sendiri.